Lokakarya ini menghadirkan Tim Peneliti yang terdiri dari dosen dan mahasiswa Prodi Sarjana Terapan Bahasa Inggris DBSMB SV UGM, yaitu Dewi Cahya Ambarwati (dosen) dan 4 mahasiswa (Amalia Ramadhani Putri, Catherine Ekani Putri, Fredella Geralda End, dan Leony Excellenxia Angellica). Penelitian juga bersinergi dengan 2 mahasiswa internasional (Farima Sultani dan Shangdieva Djoen Narasmara) yang mengambil studi S2 Komunikasi Interkultural dari Fakultas Humaniora, Universitas Utrecht, Belanda. Kedua mahasiswa ini berkolaborasi dengan mahasiswa DBSMB dalam hal feedback materi buku saku, pembuatan rekaman audio, dan memfasilitasi lokakarya.
Dihadiri oleh sekitar 24 peserta berbagai divisi di Tebing Breksi, lokakarya berlangsung selama 2 jam di Kopi Breksi. Dimulai sambutan oleh ketua tim peneliti, Dewi Cahya Ambarwati menjelaskan tentang maksud lokakarya dan keterkaitan antara kemampuan Bahasa Inggris dengan kemajuan pariwisata Breksi berikut kesiapan SDM menghadapi pengunjung internasional. Selanjutnya seluruh peserta dibagi dalam 4 grup kecil dengan 1 fasilitator. 2 mahasiswa Utrecht bertugas memfasilitasi 2 grup. Masing-masing fasilitator mempresentasikan materi dan membuat simulasi serta praktik berbahasa.
Fasilitator mendampingi peserta dengan saling bertukar pikiran mengenai tantangan dan hambatan berbahasa Inggris. “Saya sering mengalami kesulitan dalam melafalkan dan memahami perbedaan antara kata-kata bahasa Inggris yang terdengar sama namun memiliki arti berbeda, seperti ‘break’ dan ‘brake’. Bagaimana cara membedakannya?” tanya Agus, seorang pengemudi jeep di Tebing Breksi, dalam sesi diskusi yang kritis.
Para fasilitator menjelaskan pentingnya konteks kalimat dan pemahaman makna keseluruhan untuk memahami perbedaan kata-kata tersebut. Mereka juga memberikan tips praktis untuk membantu peserta mengidentifikasi dan melafalkan kata-kata dengan benar.
Kegiatan ini dilanjut dengan simulasi berkomunikasi dalam bahasa Inggris antara staf Tebing Breksi dengan mahasiswa Utrecht University, Belanda, Farima dan Dieva, yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari. Meskipun beberapa staf percaya diri dalam berbicara secara improvisasi, beberapa lainnya masih merasa gugup dan kurang percaya diri dalam berbahasa Inggris.
“Don’t worry about your pronunciation and grammar. Foreigners will understand you just fine. The most important thing in communicating is to be confident and respectful,” ujar Dieva dalam testimoni mengenai simulasi berbahasa Inggris.
“If you feel nervous and hesitant about communicating, it would also make me (as a tourist) feel nervous and hesitant. So just be confident,” tambah Farima.
Pada akhir kegiatan, para staf Tebing Breksi mengungkapkan harapan mereka agar workshop semacam ini dapat diadakan lagi untuk lebih mengasah kemampuan berbahasa Inggris mereka, menunjukkan motivasi besar untuk terus belajar dan meningkatkan pelayanan wisata di Tebing Breksi. Ketua Tim Peneliti sekaligus seorang dosen DBSMB, Dewi Cahya Ambarwati, menuturkan bahwa penelitian berbasis komunitas ini diharapkan berdampak langsung kepada target dan mampu terjaga keberlanjutannya melalui kolaborasi kampus dan mitra strategis. Dewi berharap, lokakarya edukatif tersebut dapat menjadi pemantik bagi peserta untuk mengembangkan potensi supaya dapat berkontribusi pada pencapaian kesejahteraan karyawan Tebing Breksi yang hampir semuanya tinggal di kawasan sekitar.
#SDG4-Quality Education
#SDG8-Decent Work and Economic Growth
#SDG11-Sustainable Cities and Communities
#SDG17-Partnerships for the Goals
Teks: Amalia Ramadhani Putri, Catherine Ekani Putri, Fredella Geralda End, dan Leony Excellenxia Angellica
Photo: Dewi Cahya Ambarwati
Editor: Dewi Cahya Ambarwati