
Pada Selasa (26/1) Program 4 RRI Yogyakarta FM 106,6 AM 1107. Drs. Burhanudin Dwi R. Dosen Program Sarjana Terapan Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi, Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya, Sekolah Vokasi, UGM, dengan pengarah acara Tri Sumardiyana. Dalam dialog interaktif ini, membahas tentang peristiwa gempa bumi yang terjadi di Bantul, Yogyakarta. Gempa Bumi sudah terjadi sejak lama kurang lebih 15 tahun yang lalu tepatnya pada Sabtu, 27 Mei 2006 jam 05.55.
Tentu saja tidak mudah untuk menyingkirkan dari pikiran mereka yang mengalami dan mengamati kejadian gempa bumi. Peristiwa gempa bumi mengakibatkan ribuan bangunan roboh dan mengalami kerusakan, ribuan orang meninggal dan luka-luka ringan maupun berat. Bencana besar tersebut tentu sebagian terekam di dalam arsip, tetapi sebagian besar berada di benak mereka yang mengalami dan mengetahui. Tidak semua cerita terekam dalam arsip.
Kejadian gempa bumi di Bantul, Yogyakarta tahun 2006 banyak hal yang menarik diceritakan kembali, baik itu peristiwa nyata (fakta), isu, maupun cerita yang berkaitan dengan supra natural. Beberapa cerita perlu dikemukakan sebagai nuansa lain yang mewarnai peristiwa gempa ini. “Ada sekelompok pemuda yang sedang nongkrong, dan tiba-tiba seorang laki-laki tua bersorban datang untuk minta diantarkan ke makam Sultan Agung di Imogiri. Kemudian ketiga pemuda itu mengantarkan laki-laki tua tersebut, dalam perjalanan laki-laki tua itu mengatakan bahwa besok pagi Kanjeng Ratu akan memberikan punya hajat sesampai di makam pemuda itu menurunkan laki-laki tua itu dan memberinya uang. Pemuda tersebut lalu berpamitan dengan laki-laki tua itu, tidak lama berpamitan, pemuda itu menoleh ke belakang, dan laki-laki tua itu sudah menghilang”, tutur Burhanuddin
Perekaman informasi lisan adalah upaya untuk menjaga informasi dari suatu peristiwa dengan cara merekam, baik audio maupun audio visual. Langkah ini sebagai upaya melengkapi informasi yang terekam dalam arsip. Menurut Dr. Kuntowijoyo, penulisan sejarah / informasi lisan merupakan salah satu cara untuk mengubah cara penulisan sejarah dari ketergantungan pada dokumen. Dalamperekaman informasi lisan tidak hanya untuk tujuan penulisan sejarah, tetapi untuk memberikan informasi bagi siapa saja dan untuk tujuan apapun. Banyak lembaga arsip yang mencatat informasi lisan tetapi hanya informasi formal dari angka-angka. Di saat yang sama banyak hal dari masyarakat yang sebenarnya berguna untuk digunakan kedepannya, baik untuk penulisan sejarah, mitigasi bencana, dan lainnya.
Teks dan foto: Burhanudin Dwi R. & Humas DBSMB