
Yogyakarta, 20 September 2021 – Perkenalan antar pengurus komunitas budaya di Yogyakarta dan Den Haag Belanda berlangsung akrab, Sabtu (11/9) lalu. Silaturahmi yang digelar virtual ini memulai rangkaian kegiatan pendampingan komunitas dan budaya Jawa untuk Stichting Manggar Megar (SMM) yang masuk dalam program pengabdian kepada masyarakat tingkat internasional. Kegiatan pendampingan dan pengembangan ini berkolaborasi dengan Balai Budaya Minomartani (BBM) yang merupakan salah satu mitra strategis DBSMB SV UGM.
Agenda yang dilakukan pada pertemuan pertama ini adalah perkenalan ketiga pihak, UGM, BBM dan SMM. Dari UGM, tim pengabdian terdiri dari Dewi Cahya Ambarwati, Dwi Noviana, Aida Rachmawati, Diva Yusania, dan Alya Shalsabillah . Tim ini selain mewakili Sekolah Vokasi UGM, sekaligus berperan sebagai fasilitator selama kegiatan berlangsung. Perkenalan berlanjut ke pihak SMM yang diwakili oleh Orlando Kromopawiro, Emily Clark, Manik Kharismayekti, Milton Madijokromo, Hermine dan Wim Kromoredjo. Terakhir dari BBM, diwakili oleh Eddy Pursubaryanto, Andhi Wisnu, Sri Kuncoro, dan Tri Giovanni.
Perkenalan berlangsung dengan lancar dan terkesan hangat. Hal ini dikarenakan suasana kekeluargaan yang tercipta dan bahasa yang digunakan pun mengambil peran dalam menimbulkan rasa persatuan karena bahasa pengantar yang digunakan saat rapat perdana ini adalah bahasa Jawa Ngoko. Berbahasa Jawa dengan lancar, Hermine Kromoredjo menjelaskan bahwa SMM didirikan pada tahun 2004 dengan membuat grup wayang bernama Ramayana. Lalu, setahun kemudian dibentuk grup yang mengiringi Ramayana, yaitu Grup Gamelan Witing Klapa, sedangkan untuk grup penarinya merupakan murid-murid dari Grup Cengkir Gading. Namun, para penari tersebut sudah berkeluarga dan meninggalkan kegiatan menari yang kemudian digantikan murid-murid lain sebagai masa regenerasi. Uniknya, terdapat anggota paling muda di SMM, yaitu seorang anak berusia tujuh tahun. Akan tetapi, karena terdapat antusiasme yang tinggi dari anak-anak muda dan orang dewasa yang belajar di SMM, Hermine Kromoredjo merasa SMM perlu belajar lebih dalam mengenai kebudayaan Jawa karena ilmu-ilmu yang diajarkan di SMM masih merupakan ilmu-ilmu dasar sehingga bisa memaksimalkan kapasitas orang-orang yang memiliki keinginan tinggi dalam mempelajari kebudayaan Jawa.
SMM memberikan pelatihan gamelan yang berbeda yaitu dengan bertukar cara tabuh gamelan khas Indonesia sekaligus khas Belanda dan pelatihannya gratis tanpa dipungut biaya. Mr. Orlando Kromopawiro, selaku instruktur yang mengajar gamelan secara sukarela tersebut menjelaskan bahwa mereka biasanya mengadakan latihan setiap Jumat malam selama 2 jam. Bagi SMM, keuntungan atau biaya yang mereka dapat bukanlah segalanya, oleh karena itu mereka tidak memungut biaya dari para peserta ketika latihan. Hal tersebut mereka lakukan karena tujuan dan harapan mereka yaitu bisa melestarikan kebudayaan Jawa agar terus dilakukan oleh generasi berikutnya.
Mengakhiri silaturahmi virtual ini, SMM diwakili Orlando menyampaikan keinginannya untuk mengembangkan program yang mereka miliki dan mempelajari kebudayaan Jawa secara lebih dalam, seperti wayang, karawitan, gamelan, serta tari-tarian dari Balai Budaya Minomartani. Selain itu terbersit keinginan untuk mengkombinasikan gaya Suriname dan Jawa di dalam kebudayaannya.
Selanjutnya, akan ada beberapa kegiatan budaya yang akan diikuti oleh SMM, yaitu diskusi mengenai pengembangan komunitas dan kegiatan budaya selama pandemi, berbagi pengalaman dan knowledge tentang pengembangan seni budaya Jawa di Webinar Events Talk, dan berpartisipasi di Festival Mawayang 2021, serta rencana demonstrasi latihan dengan instruksi jarak jauh Yogyakarta-Den Haag. Kesemuanya akan digelar dalam kurun waktu 3 bulan (September-November 2021).
Bagi pihak Universitas Gadjah Mada, Stichting Manggar Megar, dan Balai Budaya Minomartani Yogyakarta, pertemuan ini merupakan kesempatan baik untuk melestarikan kebudayaan Jawa terhadap generasi muda, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Apalagi di bulan Oktober mendatang SMM akan berpartisipasi dalam acara penandatangan pelegalan gamelan menjadi budaya Belanda yang harus dilestarikan bersama beberapa komunitas budaya Jawa lain di Belanda.
Teks dan Foto: Aida Rachmawati, Diva Yusania, dan Alya Shalsabillah
Editor: Dewi Cahya Ambarwati