Dalam beberapa tahun terakhir, peran pemengaruh wanita diaspora Indonesia semakin signifikan dalam mempromosikan komunikasi lintas budaya melalui konten gaya hidup. Fenomena ini sangat relevan dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama mengenai kesetaraan gender. Salah satu target SDGs adalah meningkatkan penggunaan teknologi yang memberdayakan, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, untuk mempromosikan pemberdayaan perempuan. Ini termasuk peran pemerintah dalam memberikan kesempatan kepada perempuan untuk memaksimalkan penggunaan teknologi informasi sebagai media pemberdayaan, termasuk penggunaan internet, aplikasi, dan perangkat digital.
Diaspora wanita Indonesia tersebar di berbagai negara karena beberapa faktor, seperti pernikahan dengan warga negara asing atau peluang kerja di luar negeri. Di antara content creator yang populer dalam diaspora ini adalah kanal YouTube “Keluarga Bahagia di Jerman” dengan 3,68 juta pelanggan, “Yenny di China” dengan 732 ribu pelanggan, dan “Puri Viera” di Amerika Serikat dengan 477 ribu pelanggan. Ketiga kanal ini dipilih karena pemiliknya adalah wanita Indonesia yang tinggal di luar negeri, menunjukkan pengalaman dan perspektif unik mereka.
Konten yang diunggah oleh pemengaruh wanita Indonesia ini di media sosial dapat dianggap sebagai bentuk diplomasi budaya. Menurut Hurn et al., diplomasi budaya adalah strategi yang digunakan oleh pemerintah dan lembaga untuk meningkatkan visibilitas dan pengaruh global suatu negara dengan mempromosikan budaya, tradisi, gaya hidup, dan ekspor. Ini melibatkan pendidikan, pelatihan, seni, olahraga, dan media, yang bertujuan untuk menumbuhkan pemahaman budaya dan meningkatkan pengakuan di luar negeri (2013, pp. 224-225).
Gaya hidup, dalam pengertian sosiologis, merujuk pada cara hidup khas suatu kelompok tertentu (Featherstone, 2001, dalam Hendariningrum dan Susilo, 2014). Seperti yang dicatat oleh Chaney (2004), dalam masyarakat modern, gaya hidup membantu mendefinisikan sikap, nilai, kekayaan, dan posisi sosial. Istilah ini mengkonotasikan individualisme, ekspresi diri, serta kesadaran diri. Pilihan mengenai citra tubuh, mode, cara berkomunikasi, aktivitas rekreasi, pilihan makanan dan minuman, tempat tinggal, transportasi, dan bahkan sumber informasi dipandang sebagai indikator dari selera dan gaya individu.
Sebagai contoh, konten Yenny di China mengeksplorasi tradisi pernikahan di China, menyoroti bahwa memasak saat pernikahan sebagian besar dilakukan oleh pria. Dia menjelaskan upaya bersama yang terlibat dalam persiapan pernikahan, membandingkannya dengan tradisi di Indonesia. Yenny mengungkapkan kebahagiaannya dalam mempelajari dan berpartisipasi dalam adat tersebut, menunjukkan perpaduan budaya.
Demikian pula, “Keluarga Bahagia di Jerman” membagikan wawasan tentang hubungan bertetangga, menggambarkan bagaimana tetangga Jermannya mengambil inisiatif untuk melaporkan kejadian aneh di rumahnya. Ina, sang kreator, menekankan bahwa meskipun komunikasi sehari-hari terbatas, tetangganya sangat perhatian dan khawatir tentang kesejahteraannya, mencerminkan rasa komunitas yang kuat.
Puri Viera, di sisi lain, membahas standar kecantikan di Amerika Serikat, yang sangat berbeda dari yang ada di Indonesia. Di AS, kulit yang kecokelatan sering dianggap cantik dan eksotis, sementara di Indonesia, kulit yang cerah biasanya diasosiasikan dengan kecantikan. Konten ini menyoroti beragam persepsi budaya tentang kecantikan dan tantangan beradaptasi dengan standar baru.
Ketiga content creator ini tidak hanya menunjukkan perbedaan gaya hidup di China, Jerman, dan Amerika Serikat, tetapi juga berbagi pengalaman mereka tentang gegar budaya dan adaptasi. Kanal mereka berfungsi sebagai platform untuk komunikasi lintas budaya, memungkinkan audiens mereka untuk belajar dan mendapatkan wawasan baru tentang gaya hidup di luar negeri.
Melalui konten yang menarik, pemengaruh wanita diaspora Indonesia ini memberdayakan perempuan lain dengan memberikan akses yang setara terhadap informasi dan peluang untuk pertukaran budaya. Penggunaan teknologi dan media sosial mereka menunjukkan bagaimana perempuan dapat memanfaatkan platform digital untuk berbagi cerita, mempromosikan pemahaman, dan membangun koneksi lintas batas.
Sebagai kesimpulan, peran pemengaruh wanita diaspora Indonesia dalam komunikasi lintas budaya melalui konten gaya hidup adalah bukti kuat tentang potensi teknologi dalam memberdayakan perempuan. Dengan membagikan pengalaman dan wawasan mereka, mereka tidak hanya mempromosikan pemahaman budaya tetapi juga berkontribusi pada tujuan yang lebih luas mengenai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan seperti yang diuraikan dalam SDGs.
Penulis: Andri Handayani