Yogyakarta (16/9) – Tim Sublab Manajemen Seni, Budaya, dan Media DBSMB SV UGM menggelar workshop dan monev di Field Research Center, SV UGM yang berlokasi di Punukan, Wates, Kabupaten Kulon Progo, Rabu lalu (14/9). Kegiatan bertajuk Workshop UMK dan Monev: Produktivitas Sapu Bertangkai Kalirejo dan Keberlanjutan Usaha Lokal Dalam Rangka Pemajuan Ekonomi Masyarakat” ini juga sekaligus mengakhiri Program Pengabdian kepada Masyarakat yang telah dimulai sejak bulan Maret 2022 bermitra dengan Kalurahan Kalirejo, Kecamatan Kokap.
Diawal acara, Ketua Tim PkM, Dewi Cahya Ambarwati, menyampaikan bahwa sangat diperlukan komitmen dalam menggerakkan UMK dalam kinerjanya. “Awal membuat usaha, diperlukan komitmen dan kerja tim untuk menjalankannya, tidak bisa jika mengandalkan waktu luang karena produk harus ada untuk dipasarkan dan dijual. Ada tujuan ekonomi disini”. Menyoroti pengadaan alat mesin serut lidi untuk usaha Kalirejo ini, Dewi melanjutkan, “Adanya mesin serut lidi dapat membantu produksi sapu bertangkai dan membuka peluang membuat produk lain berbahan lidi. Dengan demikian, akan ada diversifikasi produk dan pemanfaatan material untuk produk lain”.
Tidak jauh berbeda, Lurah Kalirejo, Lana S.Pd, mengungkapkan dan memotivasi para peserta Karang Taruna, “Sapu bagian dari sumber daya alam yang melimpah. Tinggal ada kemauan atau tidak untuk ngopeni. Berangkat dari sesuatu yang sederhana tetapi bisa memanfaatkan sehingga bisa membuka wawasan kita”.
Acara workshop ini diisi oleh Prajudi, tokoh Karang Taruna Kalirejo yang juga menjadi bagian dari Tim Sistem Informasi Desa dan Tim Pasar Gunung Ijo. Sebagai seorang pembuat sapu bertangkai, Tim Pkm mengundang Prajudi untuk memaparkan materi “Sapu Kalirejo: Material, Cara Pembuatan, dan Kontrol Kualitas”. Dalam paparannya, secara eksplisit ia menyampaikan pentingnya unsur lokal dalam produk lokal untuk usaha berbasis kelokalan. Dijelaskan bahwa seluruh bahan material ada di Kalirejo, namun ia juga mengakui pernah mencoba hal baru terkait bahan plastik. “Saya pernah membuat inovasi, yaitu dengan membuat tutup sapu bagian atasnya dari plastik dan saya pesan dari toko online. Tapi, saya urungkan untuk dijadikan produk karena saya ingin menggunakan bahan-bahan lokal”.
Saat diskusi dan monev berlangsung, Tim PkM mengundang peserta untuk menyampaikan ide-ide dan permasalahan yang terjadi pada proses produksi. Selain faktor manusia yang berkaitan dengan nilai-nilai komitmen dan kepemimpinan, muncul faktor belum stabilnya produk dikarenakan masing-masing pembuat sapu belum ada kesamaan cara membuat sehingga hasilnya belum stabil. Eko, salah satu peserta, lalu mengemukakan pembagian kerja menurut pekerjaan akan ideal untuk keberlanjutan produksi. “Tidak satu orang membuang sapu dari awal sampai akhir, tetapi bisa masing-masing orang melakukan satu jenis pekerjaan supaya sama”, tutur Eko. “Pasang gagang dan lakop, pasang lidi, mengikat dengan kawat, memaku, pasang cantelan, mengecat, dan mengukur panjang lidi adalah urutan pekerjaan untuk membuat sapu”, sambungnya.
Acara workshop dan monev ini lalu ditutup dengan penutupan PkM oleh Ketua Tim dan Lurah Kalirejo diikuti foto bersama. Sebagai informasi tambahan, kegiatan PkM telah dimulai dengan 2 pelatihan. Pelatihan pertama (23/3) mencakup pengenalan tentang UMK, penentuan harga jual produk, dan selling skill dengan mengundang pemateri tamu dari KOMISI/Komunitas Selling Indonesia, Ibu Umi Masruro. Pelatihan kedua (21/5) meliputi memahami kewirausahaan, diversifikasi produk lidi, dan branding. Penyerahan mesin serut lidi kepada pihak Desa juga telah dilakukan April lalu dan diikuti dengan pendampingan produksi. Tim Sapu Kalirejo menjual produk sapunya pada saat pembukaan Pasar Gunung Ijo (1/6).
Foto dan Teks: Dewi Cahya Ambarwati