
Yogyakarta, 29 Juli 2021- Fintech merupakan sebuah inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Mengutip OJK, Produk fintech biasanya berupa suatu sistem yang dibangun guna menjalankan mekanisme transaksi keuangan yang spesifik. Berkembangnya fintech di Cina memang masif dibuktikan dari mobile payment, pinjaman online, asuransi, dan investasi yang kesemuanya dilakukan secara digital, demikian disampaikan Jingzi Chen, Ph.D pada acara “International Conference on Technology for Sustainable Development” (ICTSD), Selasa (27/7) lalu. Dalam beberapa tahun terakhir fintech berkembang dengan pesat di Cina. Kecepatan inklusi dimulai pada kisaran 33.6 di 2011 namun di 2020 inklusi meningkat 10 kali lipat mencapai 334. “The annual transaction grow from nearly 14 trillion in 2013 to 277 in 2018. The growth rate is around 80% which is massive,” jelasnya.
ICTSD digelar Sekolah Vokasi UGM selama 2 hari (27-28 Juli 2021) dengan mengambil tema “Challenges and Applied Innovations for Accelerating the SDGs”. Terdiri dari 3 simposia, klaster Sosio-ekonomi dan Humaniora mengundang 2 invited speakers, Jingzhi Chen, PhD dari Sun Yat Sen University (China) dan Miguel Escobar Varela, PhD dari National University of Singapore.
Lebih lanjut Chen menambahkan, perkembangan fintech bermula pada bisnis mobile payment dimana suatu pembayaran dilakukan secara nontunai dengan menggunakan perangkat ponsel. Pembayaran nontunai seperti ini akan sangat bermanfaat pada “Winter Olympic” yang akan diselenggarakan di Tiongkok. Bahkan, transfer value dapat dilakukan tanpa rekening bank dan tanpa internet. Fintech juga sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tionghoa tidak hanya di perkotaan namun juga di daerah pesisir. Tercermin pada penggunaan kode QR dalam kesehariannya baik sebagai indikator kondisi kesehatan maupun ketika seseorang memasuki gedung, stasiun, hingga restoran.
Tingginya kebutuhan pelayanan keuangan membuat industri keuangan tradisional Tiongkok kewalahan hingga kekurangan pasokan. Di sisi lain, fintech menyediakan kenyamanan dan pelayaan keuangan bagi UMKM ataupun rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Selanjutnya, berkembang pesatnya teknologi digital seperti cloud computing dan big data analysis membuat perusahaan perbankan online dapat mengendalikan dan meminimasi risiko keuangan. Selain dua aspek terebut, longgarnya regulasi keuangan menjadikan fintech di Tiongkok berhasil berkembang.
Mengakhiri paparannya, Chen menyimpulkan bahwa pengembangan fintech mampu meningkatkan layanan keuangan, tetapi juga tidak mustahil dalam menciptakan risiko keuangan dan masalah sosial misalnya berkurangnya jumlah investor. Selain itu, kerangka peraturan dan alat kebijakan baru untuk memantau pasar perlu dirancang sedemikian rupa tanpa mengesampingkan pentingnya keseimbangan dari inovasi dan stabilitas.
Teks & Foto: Madina Atvia Nindar
Editor: Dewi Cahya Ambarwati