Perbedaan pilihan politik membuat Eyang Yono dan teman-teman harus mendekam di negeri Ceko tanpa status kewarganegaraan (stateless). Beruntung, kini mereka kemudian mendapat pengakuan resmi sebagai warga negara Ceko dan membina keluarga bahagia hingga beranak cucu.
Usia Eyang Yono kini telah menginjak 70-an. Meski rambutnya telah penuh dengan uban, semangatnya dalam menceritakan perjuangannya semasa periode menjadi eksil masih begitu membara. Letupan emosi yang berbalut keteduhan usia terlihat dari kerutan-kerutan diwajahnya. Disatu sisi ia mengkritik pemerintahan saat itu, namun disisi lain ia mengaku mendapatkan berkah dari kepahitan yang ia alami (blessing in disguise).
“Pemerintah Ceko membantu saya mendapat gelar sarjana,” ungkap Eyang Yono.
Eyang Yono menceritakan perjuangannya bersama sahabat-sahabat setianya. Saat itu, status mereka masihlah mahasiswa ikatan dinas (Mahid) yang dikirim Presiden Soekarno untuk belajar di Ceko. Eyang Yono saat itu mengambil program studi pedagogi. Sayang, pergulatan politik di tanah air membuat nasib Eyang Yono dan kawan-kawan harus terlunta-lunta. Mereka akhirnya harus bekerja untuk melanjutkan hidup yang dibayang-bayangi ketidakpastian.
“Di negara Komunis harus kerja. Tidak boleh bermalas-malasan,” kenang Eyang Yono sambil terkekeh.
Meski penuh kesulitan, optimisme Eyang Yono dan mahasiswa Indonesia lain untuk terus melanjutkan pendidikan mereka berbuah manis. Eyang Yono berhasil mendapatkan gelar monsinyur (Mgr) sekaligus menemukan pasangan hidupnya. Ia kini bahkan telah dikaruniai cucu.
Selama berdialog dengan para mahasiswa, Eyang Yono banyak memberikan wejangan penting. Kisah-kisahnya memuat beragam motivasi akan keberanian, perjuangan, serta semangat persatuan. Selain itu, ia juga mendorong agar generasi muda Indonesia mau menaruh perhatian serta tak menutup mata pada sejarah negaranya.
“Yang benar harus dikatakan. Biar nanti sejarah yang membuktikan,” tandasnya.
Teks & Foto: M. Khoirul Imamil M
(mahasiswa Prodi D4 Bahasa Inggris, sedang studi IISMA 2023 di Palacky University Olomouc, Czech Republic)
Editor: Dewi Cahya Ambarwati