[Yogyakarta, 9 Oktober 2025] – Sebuah penelitian dari Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) berjudul “Wibu Sekolah Vokasi UGM dan #KaburAjaDulu” memberikan temuan yang signifikan terkait hubungan antara subkultur wibu dan kesadaran kritis anak muda. Hasil penelitian ini relevan dengan target SDGs 4: Pendidikan Berkualitas khususnya dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mempromosikan literasiAnalisis kualitatif dan kuantitatif terhadap 70 responden survei dan wawancara mendalam dengan informan menunjukkan bahwa anggapan umum yang menyatakan wibu semata-mata kabur dari kenyataan (eskapis) adalah pandangan yang perlu dikoreksi.
Temuan utama penelitian ini adalah adanya variasi signifikan dalam pola resepsi isu nasional:
- Wibu Kritis: Sebagian wibu menunjukkan tingkat kesadaran yang tinggi terhadap kondisi aktual sosial-politik negara dan dunia. Mereka tidak hanya mengonsumsi budaya populer Jepang, tetapi juga menginterpretasikannya sebagai alat kritik sosial dan inspirasi untuk aksi nyata. Kelompok ini bahkan menyatakan semangat untuk bisa berkontribusi lebih dari sekadar menyuarakan opini di media sosial pribadi.
- Wibu Eskapis Murni: Meskipun demikian, penelitian ini juga mengidentifikasi kelompok wibu yang berorientasi hanya pada hobinya saja. Bagi kelompok ini, #KaburAjaDulu dipandang sebagai bentuk kesempatan untuk selamanya meninggalkan tempat atau hal yang tidak disukai, membenarkan narasi eskapisme murni.
Foto dedikasi penggemar anime dalam performa costume play (cosplay)
Hasil penelitian membuktikan bahwa subkultur wibu adalah ruang yang kompleks dan bukan sekadar monolit apatisme. Terdapat potensi besar untuk memediasi narasi budaya populer dengan isu nasional untuk menumbuhkan kesadaran kritis, sejalan dengan mandate Pendidikan Berkualitas yang harus adaptif terhadap minat generasi muda.
Penelitian ini merekomendasikan:
- Pengembangan Model Intervensi Kreatif: Perlu adanya pengembangan model intervensi yang dapat mengubah kecenderungan eskapisme menjadi kesadaran kritis melalui konten yang relevan dengan minat komunitas wibu.
- Literasi Media Inklusif: Kebijakan pendidikan literasi media harus memasukkan budaya populer sebagai materi kajian untuk membantu generasi muda membedah pesan-pesan kritis yang tersembunyi dalam konten hiburan.
Penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi akademis yang signifikan dalam memahami dinamika subkultur generasi muda dan merekomendasikan pendekatan yang lebih efektif dan inklusif untuk meningkatkan partisipasi sosial dan kesadaran kritis di lingkungan akademis.
Penulis: Mery Kharismawati