Wahyu Handayani, Dosen Program Studi Bahasa Jepang Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya, Sekolah Vokasi UGM mengikuti program yang diselenggarkaan oleh The Japan Foundation selama tujuh (7) minggu, dimulai pada 25 Juni hingga 8 Agustus 2019 di Jepang. Materi pelatihan meliputi teori-teori kebahasaan (Second Language Acquisition, Linguistik, Sosiolinguistik, dan lain-lain), teori dan metode pengajaran bahasa, bahan ajar, serta penggunaan media pembelajaran (website dan aplikasi). Teori dan metode pengajaran meliputi pengajaran menyimak, membaca, berbicara, menulis, pengetahuan kebahasaan, serta pengajaran budaya. Di samping itu, peserta juga mendapatkan materi mengenai asesmen yang meliputi teori, metode, jenis-jenis dan kriteria asesmen, serta materi mengenai peningkatan kualitas pembelajaran.
Tujuan diselenggarakannya pelatihan ini adalah memberikan bekal teori dan metode pengajaran Bahasa Jepang bagi pengajar Bahasa Jepang non-native speaker di luar Jepang. Peserta pelatihan dibagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan kriteria siswa yang diajar, yaitu kelompok pengajar di universitas, kelompok pengajar di sekolah, dan kelompok pengajar di lembaga nonformal. Berdasarkan kriteria tersebut, metode pengajaran yang dipelajari dapat lebih disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa.
Salah satu kendala dalam pembelajaran Bahasa Jepang adalah masalah huruf (cara baca dan cara tulis), khususnya bagi pembelajar asing yang bahasa ibu-nya tidak memiliki huruf khusus. Kendala tersebut dirasakan oleh sebagian besar peserta dari Asia Tenggara, Eropa, dan Amerika. Untuk menghadapi kendala tersebut, diperlukan metode pengajaran yang tidak hanya mampu meningkatkan antusiasme belajar mahasiswa, tetapi juga bahan dan media pembelajaran yang lebih variatif. Dalam pelatihan ini, peserta diperkenalkan dengan beberapa media pembelajaran, seperti website untuk belajar mandiri, dan aplikasi belajar yang dapat digunakan secara offline.
Tahun ini ia berkesempatan mengikuti pelatihan “Japanese Teaching Methods Program for Teachers of the Japanese-Language”. Program ini dilaksanakan di kantor The Japan Foundation Japanese-Language Institute di Urawa, Saitama, Jepang. Program pelatihan yang dikhususkan pada metode pengajaran Bahasa Jepang ini adalah yang pertama diselenggarakan. Peserta berjumlah 36 orang, yang berasal dari 26 negara di Asia, Eropa, Amerika, dan Australia. Selain kegiatan pelatihan, pada program ini peserta juga berkesempatan melakukan kunjungan industri ke perusahaan di Jepang, yaitu Seven Eleven Japan di Tokyo.
“Dalam kunjungan tersebut, saya mendapat kesempatan berbincang dengan staf perusahaan. Berdasarkan hasil perbincangan, ada beberapa poin yang bisa saya petik. Pertama, perusahaan Jepang tidak melihat kecocokan bidang keahlian seseorang (jurusan selama kuliah) dengan posisi atau pekerjaan yang ditawarkan. Perusahaan lebih melihat pada kepribadian seseorang dan usaha yang bisa dilakukan untuk mencapai target. Kedua, kemampuan Bahasa Jepang yang dibutuhkan minimal setara dengan Japanese Language Proficiency Test (JLPT) Level N2. Ketiga, perusahaan Jepang biasanya menerapkan sekitar empat tahapan tes dan wawancara untuk para pelamarnya. Keempat, penguasaan dan penggunaan ragam hormat (keigo) sangat penting dan berpengaruh terhadap citra diri seseorang,” tutur Wahyu Handayani Setyaningsih.
Text : Wahyu Handayani Setyaningsih; Humas DBSMB
Foto : Wahyu Handayani Setyaningsih