Bekerja di perusahaan Jepang adalah tantangan bagi seseorang untuk menyelaraskan diri dengan etos kerja Jepang yang tinggi. Demikian inti dari materi yang disampaikan oleh Ir. Mursyid dari PT. Toyota Motor Mfg. Indonesia, saat mengisi Seminar dan Workshop “Budaya Kerja dan Etika Bisnis Jepang”, yang diadakan oleh Program Studi D-III Bahasa Jepang, Sabtu (20/10) di Hall Gedung Perpustakaan Sekolah Vokasi UGM. Prinsip dasar perusahaan Jepang, Kerja Aman, Kerja Tuntas, Kerja Cerdas yang mengutamakan efektifitas waktu dan tenaga ini ternyata bisa diterapkan pada diri sendiri dengan mengubah kebiasaan kita di kehidupan sehari-hari, misalnya dengan tidak menunda-nunda pekerjaan dan selalu tepat waktu.
Dalam kesempatan tersebut juga hadir narasumber lain, Andros R. Sitorus, MBA., dari PT. JAC Recruitment Indonesia, yang memberikan materi tentang persiapan menembus pasar kerja Jepang yang saat ini semakin ketat persaingannya. Menurut Andros, lulusan bahasa Jepang tidak boleh membatasi diri hanya belajar bahasa saja, tetapi sebaiknya memperkaya diri dengan hardskills lain (misalnya, manajemen umum, administrasi, matematika dasar) juga mengasah softskills sehingga menjadikan kualitas diri lebih tinggi daripada pesaing lainnya. Hal itulaha yang akan meningkatkan employability opportunity. Pada workshop yang diadakan siang harinya, para peserta berkesempatan mendapatkan kiat-kiat mempersiapkan interview di perusahaan Jepang dan mengikuti simulasinya.
Seminar dan Workshop ini merupakan rangkaian acara Dies Natalis Sekolah Vokasi UGM yang ke-9. Sebagai kelanjutan dari acara, malam harinya digelar nonton bareng dan diskusi budaya mengenai konsep Soto dan Uchi dalam kehidupan masyarakat Jepang. Meta Sekar Puji Astuti, PhD., seorang dosen sekaligus ahli sejarah Jepang lulusan Keio University yang menjadi pemateri pada kegiatan ini menampilkan berbagai video, salah satunya dari Video on Demand (VOD) di situs NHK World, yang bisa dijadikan referensi bagi mereka yang ingin memahami budaya dan karakter orang Jepang.
Meta yang juga penulis buku “Apakah Mereka Mata-Mata” berpesan bahwa sebagai pembelajar bahasa asing, kita juga harus memahami budaya dari negara penutur asli. Hal ini untuk menghindari munculnya kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Dengan mengenal dan memahami budaya Jepang secara utuh, kita bisa melihat Jepang sebagai negara yang tidak selalu harus diagung-agungkan. Karena, seperti layaknya negara lain di dunia, Jepang juga memiliki sisi-sisi minus dalam kehidupan bermasyarakatnya. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda diharapkan lebih mengenal potensi negara kita sendiri dan aktif mengembangkannya sebagai wujud kontribusi kita pada kemajuan Indonesia.
Text : Mery Kharismawati
Foto: Saidatun Nisyfullaily