Jumat (23/3) siang, Prodi Diploma Kepariwisataan DBSMB Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada menggelar diskusi internal dosen Diploma Kepariwisataan. Tema yang diangkat pada kesempatan kali ini adalah “Pengembangan Desa Wisata Halal di Gunung Kidul”. Diskusi yang digelar bulanan ini pada kesempatan ini dipantik oleh Fatkurrohman, S.IP., M.Si dan dimoderatori oleh Arina Pramusita, S.IP., M.Si.
“Dimenangkannya 12 kategori dalam World Halal Tourism Awards 2016 menjadi modal penting bagi Indonesia untuk mengembangkan wisata halal di Indonesia. Selama ini Indonesia hanya menjadi market, maka saatnya bergerak menjadi player,” tutur Fatkur yang juga mengampu mata kuliah Manajemen Desa Wisata.
Yogyakarta, lanjut Fatkur, adalah salah satu destinasi halal yang diprioritaskan percepatannya oleh Kementrian Pariwisata Republik Indonesia bersama 9 propinsi lain. Kekuatan atraksi wisata di DIY adalah Desa Wisata, maka desa wisata halal sangat strategis dikembangkan untuk menjadi atraksi alternative untuk DIY.
Menurut Fatkur, dalam mengembangkan desa wisata halal perlu memperhatikan 3 A: attractions (daya tarik), amenities (fasilitas) and ancillaries (pendukung). Fatkur belum merinci model atraksi seperti apa yang bisa menjadi daya tarik. Fatkur mencontohkan Kampung Jogokariyan dengan aktivitas masjidnya yang bisa menjadi daya tarik untuk wisatawan.
Dalam sesi diskusi, Dr. (Cand) Nuryuda Irdana, S.P., M.M. menyampaikan kritik bahwa perlu memperhatikan market siapa yang akan datang ke destinasi desa wisata halal tersebut. “Seiring perubahan paradigma marketing yang tidak lagi product oriented menuju market oriented, perlu memperhatikan apakah sudah dipikirkan wisatawan yang akan ditarik ke sana,” tutur Nuryuda, pengampu mata kuliah Pemasaran Pariwisata ini.
Peserta lain yang hadir, Ghifari Yuristiadhi, M.A., berpendapat bahwa, “Membangun desa wisata halal harus dipikirkan atraksi. Apa yang membuat wisatawan mau datang ke sana. Tanpa sebuah daya tarik yang kuat, sulit menarik wisatawan datang ke sebuah destinasi,” tutur pengampu mata kuliah Manajemen Objek dan Atraksi Wisata ini.
Handayani Rahayuningsih, M.Sc. punya pandangan lain. Membangun wisata halal di Indonesia memang cukup berat. Misalnya menyoal sertifikasi. “Banyak UMKM yang kesulitan untuk mengikuti sertifikasi karena prosesnya yang lama, hampir satu tahun dan masa berlaku sertifikatnya hanya dua tahun,” tutur Plt. Ketua Program Studi Diploma Kepariwisataan sekaligus pengampu mata kuliah pengolahan makanan ini.
Bulan depan, dosen-dosen Prodi Diploma Kepariwisataan akan kembali menyelenggarakan diskusi dengan tema lain yang akan disampaikan oleh dosen lain secara bergiliran.