Dalam era keterbukaan informasi, media massa memiliki peran strategis dalam membentuk cara pandang masyarakat terhadap isu-isu krusial seperti korupsi. Kasus dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina menjadi sorotan publik, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di tingkat internasional. Namun, pemberitaan yang muncul di media nasional dan internasional sering kali menyuguhkan narasi dan sudut pandang yang berbeda. Perbedaan ini dapat menimbulkan bias dalam pemahaman masyarakat terhadap isu tersebut, tergantung dari sumber media yang mereka konsumsi.
Penelitian yang dilakukan oleh dosen dan peneliti dari Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana media nasional (The Jakarta Post) dan media internasional (Reuters) menggunakan bahasa dan strategi framing dalam memberitakan kasus korupsi Pertamina. Dengan menggunakan pendekatan thematic analysis yang didukung perangkat lunak ATLAS.ti, serta kerangka teori narrative framing, media framing, dan agenda setting, penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan dalam cara kedua media membangun narasi, menyusun struktur informasi, serta menekankan elemen-elemen tertentu dari kasus tersebut.
Media nasional cenderung menyampaikan isu dengan pendekatan yang lebih normatif dan hati-hati, sementara media internasional menampilkan laporan yang lebih kritis dan mengaitkannya dengan reputasi Indonesia di mata global. Perbedaan ini berpotensi membentuk persepsi publik yang tidak seragam, terutama di kalangan masyarakat urban dan profesional yang mengakses berita dari berbagai sumber internasional. Dengan kata lain, framing media tidak hanya membingkai isu, tetapi juga secara aktif membentuk ruang diskursif publik yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap institusi negara.
Penelitian ini berkontribusi pada upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), khususnya SDG 16 (Peace, Justice and Strong Institutions) melalui dorongan terhadap transparansi, akuntabilitas, dan pemberitaan yang berimbang. Di sisi lain, penelitian ini juga berkaitan dengan SDG 10 (Reduced Inequalities) karena membahas ketimpangan akses dan tafsir informasi publik yang bisa berdampak pada ketimpangan sosial dan politik. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi jurnalis, regulator media, serta masyarakat umum dalam mendorong praktik pemberitaan yang lebih adil dan bertanggung jawab.
Naskah: Alfelia Nugky Permatasari