• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
  • Email UGM
  • Languages
Universitas Gadjah Mada DEPARTEMEN BAHASA, SENI, DAN MANAJEMEN BUDAYA
Sekolah Vokasi
Universitas Gadjah Mada
  • Profil
    • Sambutan Ketua Departemen
    • Visi dan Misi
    • Sejarah
    • Struktur Organisasi
    • Pengelola
    • Tenaga Pendidik
    • Tenaga Kependidikan
  • Pendidikan
    • Kalender Akademik TA 2024/2025
    • Program Sarjana Terapan
      • Program Studi Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi
      • Program Studi Bisnis Perjalanan Wisata
      • Program Studi Bahasa Inggris
      • Program Studi Bahasa Jepang
    • Program Magister Terapan
      • Pengembangan Atraksi Wisata
  • Kemahasiswaan
    • Pengumuman
    • Pelayanan Mahasiswa
      • Permintaan Surat Akademik
      • Surat Aktif Kuliah
      • Surat Bebas Perpustakaan
      • Prosedur Pendaftaran Yudisium
      • Alur Pendaftaran Wisuda
      • Ketentuan Foto Wisuda
    • Kegiatan Mahasiswa
  • Alumni
    • Sertifikat Akreditasi
    • Tracer Study For User
      • Kuesioner Pengguna Lulusan DBSMB
      • HASIL DAN ANALISIS TRACER STUDY
  • Penelitian & Pengabdian
    • Informasi Penelitian
      • Pengumuman Hibah Penelitian Damas 2022
      • Pengumuman Penerima Hibah Penelitian Damas 2022
    • Informasi Pengabdian pada Masyarakat
      • Pengumuman Hibah Pengabdian Pada Masyarakat Damas 2022
      • Pengumuman Penerima Hibah Pengabdian Pada Masyarakat Damas 2022
    • Karya Penelitian Dosen
    • Jurnal DBSMB
  • Pendaftaran MaBa
  • Survei Layanan
    • Kuesioner Kepuasan Pemangku Kepentingan
    • Kuesioner Pengguna Lulusan DBSMB
    • Kuesioner Kepuasan Mitra Kerja Sama
    • Kuesioner Kepuasan Kegiatan Pengabdian DBSMB
    • Kuesioner Kepuasan Mitra Pengabdian DBSMB
    • HASIL DAN ANALISIS TRACER STUDY
    • Hasil Analisis Kepuasan Pemangku Kepentingan
  • Beranda
  • Berita Utama
  • Keris Sebagai Obyek Pariwisata Berkelanjutan di Dusun Banyusumurup

Keris Sebagai Obyek Pariwisata Berkelanjutan di Dusun Banyusumurup

  • Berita Utama, Rilis Berita, SDGs, SDGs 11 Kota dan komunitas yang berkelanjutan
  • 30 October 2025, 09.52
  • Oleh: dwi
  • 0

 

 

 

 

 

Yogyakarta, 29 Oktober 2025 — Desa Banyusumurup, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, dikenal luas sebagai sentra pengrajin keris yang mempertahankan tradisi turun-temurun dalam pembuatan keris. Masyarakat setempat memproduksi dua jenis keris utama, yakni Keris Ageman , yang digunakan dalam berbagai upacara tradisional, dan Keris Kodian, yang dipasarkan secara grosir.

Tradisi perkerisan di Banyusumurup memiliki akar sejarah panjang yang diyakini berhubungan erat dengan berdirinya kompleks pemakaman para raja Mataram Islam sejak abad ke-17. Para abdi dalem keraton yang menjaga kawasan pemakaman turut berperan dalam menjaga keberlanjutan budaya pembuatan keris hingga saat ini.

Seiring perkembangan zaman, masyarakat Banyusumurup terus berinovasi dalam mengembangkan potensi wisata budaya berbasis keris yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Proses pembuatan keris dilakukan dengan pemanfaatan bahan baku daur ulang, seperti besi dan drum bekas, serta penggunaan bahan bakar kayu secara efisien. Selain itu, proses pembersihan bilah keris dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya.

Langkah-langkah tersebut sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), terutama SDGs 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) serta SDGs 11 (Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan). Melalui kegiatan perkerisan, masyarakat tidak hanya menjaga warisan budaya tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan ekonomi lokal berbasis kearifan tradisional.

Menurut Lurah Girirejo, pengembangan wisata budaya yang menonjolkan nilai lokalitas ini diharapkan mampu memperkuat posisi Banyusumurup sebagai Desa Wisata Budaya. “Konsep wisata ini menjadi model wisata berkelanjutan yang mempertemukan nilai tradisi, seni, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.

Pendekatan wisata edukasi budaya juga diusung dengan memperkenalkan proses pembuatan keris secara langsung kepada wisatawan. Selain memberikan pengalaman belajar yang menarik, kegiatan ini turut memperkuat identitas Banyusumurup sebagai ‘Kampung Keris’ dan menjadi sumber inspirasi bagi pelestarian budaya tradisional di era modern.

Sebagai bentuk dukungan terhadap promosi budaya perkerisan, peneliti turut menyusun katalog produksi keris Banyusumurup yang akan dibagikan kepada para tamu dalam Pameran “Bantul Expo” pada 30 Oktober 2025 mendatang. Katalog tersebut diharapkan dapat menjadi media informasi dan promosi untuk memperluas jangkauan pemasaran produk lokal, sekaligus memperkuat branding budaya Banyusumurup sebagai desa pelestari warisan keris nusantara.

Dengan demikian, upaya masyarakat Banyusumurup mencerminkan praktik nyata dalam mendukung tercapainya SDGs, khususnya pada aspek ekonomi kreatif, pelestarian budaya, dan kelestarian lingkungan sebagai pilar pembangunan berkelanjutan.

Lokalitas Pariwisata di Dusun Banyusumurup

Dilihat dari sisi lokalitas dalam pariwisata, keunikan yang terdapat di dusun Banyusumurup sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai atraksi wisata. Potensi-potensi yang tercipta dan berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat local, sehingga budaya yang melekat di dusun Banyusumurup telah memiliki sejarah panjang yang hingga kini masih dilestarikan. Pelestarian budaya dusun Banyusumurup tidak lepas dari kerjasama masyarakat yang memiliki keinginan untuk mengembangkan pariwisata di dusun Banyusumurup dengan segala potensi yang dimiliki.

Letak geografis yang merupakan perbukitan dan lembah menciptakan pemandangan alam yang indah dengan udara yang menyegarkan, sebagian lahan telah dikelola oleh Piat (Pusat Inovasi Agroteknologi) Universitas Gadjah Mada sehingga untuk dapat menikmati sebagian alam harus minta izin pihak PIAT. Di tengah-tengah alam yang indah tersimpan beberapa sumber mata air yang digunakan untuk membersihkan (menyucikan) keris sebagai tradisi di masa lampau. Konon katanya nama “Banyusumurup” yang berarti “air yang bercahaya”, diambil dari salah satu mata air bertuah yang tercipta dari sebilah pedang yang ditancapkan ke tanah oleh Raja Mataram yang pertama sebagai pertanda bahwa lokasi tersebut merupakan tempat bertuah untuk dijadikan makam raja-raja Mataram. Pemandangan yang belum terentuh oleh perkembangan kepariwisataan itu menyimpan habitat kera yang hingga kini masih dapat dilihat, adakalanya kera-kera tersebut turun untuk mengambil makanan.

Dalam hal budaya, dusun Banyusumurup memiliki potensi-potensi yang selaras dengan perkembangan kehidupan masyarakat setempat. Dusun Banyusumurup atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kampung Keris memiliki keterampilan yang mumpuni dalam memproduksi berbagai jenis keris, baik keris Ageman (keris yang digunakan untuk upacara tradisi) ataupun keris Kodian (keris grosiran). Keris Ageman diproduksi oleh Mpu Keris yang telah memiliki sertifikat kompetensi sebagai Mpu Keris, sedangkan keris Kodian merupakan produk UMKM yang dijual secara massal dan dikerjakan oleh perajin yang sudah turun temurun. Produksi keris tersebut merupakan keterampilan turun temurun dari leluhur masyarakat Banyusumurup, yang hingga kini masih dipertahankan dan dikembangkan lebih luas. Untuk produksi keris mendukung SDG 8 yaitu meningkatkan ekonomi perajin secara etis.

Banyusumurup memiliki Omah Mbatik yang merupakan produksi batik pertama kali di kecamatan Imogiri, di Omah Mbatik tersebut masih tersimpan peralatan membatik yang masih otentik dengan desain batik lawasan (kuna) dan kain batik yang sudah turun temurun dari leluhur pemiliknya. Pemilik Omah Mbatik menempati rumah Joglo yang sudah berdiri kurang lebih satu abad lamanya yang hingga kini masih berdiri kokoh, rumah Joglo ini saat ini disewakan untuk kebutuhan shooting film. Yang sangat disayangkan adalah bahwa saat ini Omah Mbatik tidak lagi memproduksi kain batik, kegiatan membatik hanya sebatas pada workshop untuk anak-anak. Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan alami yang tidak mudah luntur tetapi ramah anak.

Untuk kuliner, Banyusumurup memiliki Wedhang Uwuh sebagai minuman herbal kesehatan yang berasal dari akar-akar, daun, bunga pohon yang terdapat di sekitar dusun, seperti jahe, cengkeh, daun secang, kayu manis, gula batu atau gula merah. Wedhang Uwuh mendukung SDG 3 (kesehatan dan kesejahteraan), SDG 8 (pertumbuhan ekonomi lokal), dan SDG (produksi berkelanjutan, dengan memanfaatkan hasil alam tanpa bahan kimia).

Hasil penelitian yang telah dilakukan akan dijadikan referensi dalam pengembangan penelitian di tahun mendatang, agar tema penelitian dapat terfokus pada pengembangan di salah satu potensi.

Penulis: Anis

Tags: berita SDGs 11 Kota Dan Komunitas Yang Berkelanjutan SDGs 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Berita Terakhir

  • Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman : Konservasi Burung Hantu Pendukung Program Ketahanan Pangan
  • Komunikasi Gender dan Kepemimpinan di Perguruan Tinggi
  • Kolaborasi Riset UiTM Malaysia dan UGM Angkat Isu Kesetaraan Gender dan Kepemimpinan Akademik
  • Mekanisme Adat Kampung Naga Membatasi Kunjungan untuk Lindungi Integritas Budaya
  • Dinamika Kebutuhan dan Tantangan Usaha Perjalanan Wisata Penyedia Walking Tour
Universitas Gadjah Mada

Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya
Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada
Sekip Unit 1 Catur Tunggal Depok Sleman Yogyakarta, Indonesia. 55281
dbsmb.sv@ugm.ac.id
+62 (0274) 589750

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY